Siapa yang tidak kenal televisi. Hampir setiap rumah punya alat elektronik ini. Jika anak terbiasa menyantap menu ‘kotak gila’ ini semenjak kecil, maka ada kemungkinan anak mengalami keterlambatan mengatakan.
Ada seorang ibu yang mengirimkan email kepadaku ihwal anaknya. Curhatan yang pastinya diakhiri dengan pertanyaan.
Anaknya yang kini berusia 3 tahun belum bisa mengatakan. Hanya satu dua kata tidak terperinci yang kadang meluncur dari mulutnya. Pertanyaan yang meluncur dari sini ialah mengapa dan bagaimana.
Ok, kita akan bahas dulu wacana ‘mengapa’nya. Tentu saja pertanyaan dari ibu tersebut tidak hanya diawali oleh pengirim satu paragraf yang hanya berisikan dua kalimat. Ada cerita lanjutannya.
Si anak, sebut saja Nana, lebih sering bersama nenek dan sepupunya di rumah. Namun sepupunya jarang berinteraksi, karena sering sibuk sendiri. Selain itu, sepupunya juga mengalami gangguan indera pendengaran. Bersama neneknyalah dia sering berinteraksi.
Namun, interaksi Nana dengan nenek lebih mirip antara penjaga dan yang dijaga. Neneknya berkomunikasi sedikit dan lebih banyak menunggu dan menyanggupi kebutuhannya. Karena neneknya suka nonton televisi, maka anak juga ikut nonton. Karena anak senang menyaksikannya, maka nenek beranggapan, itulah yang diharapkan oleh anak. Si anak bahagia, nenek pun ikut bahagia.
Hal ini berjalan mulai dari Nana kecil hingga usia 3 tahun kini ini. Ayah dan ibunya sibuk bekerja, alasannya adalah itu mereka menyerahkan perawatan sehari-hari Nana terhadap nenek.
Nah, kondisi inilah yang ada relevansinya dengan keterlambatan Nana dalam mengatakan. Nana lebih banyak mendapatkan berita secara pasif. Menyerap dan menyimpannya. Televisi ialah media yang melakukan pekerjaan dengan cara melayani total. Televisi menghidangkan audio dan visual secara lengkap. Sekali suatu siaran, bahkan sepenggal tayangan, menarik minatanak, maka dia punya potensi menciptakan anak terpaku padanya.
Pada ketika terpaku (boleh disebut juga terhipnotis) inilah anak mendapatkan semua dan menyimpannya. Hal inilah yang membuat otak melakukan pekerjaan secara pasif, menerima dan merekam.
Apakah otak tidak bisa berpikir aktif ketika nonton televisi? Tentu saja masih mungkin. Namun sifat dari televisi tidak cuma media pasif, tetapi dapat mem-pasif-kan. Perhatian orang dewasa saja, yang tertuju pada televisi, cuma bisa aktif di hitungan menit-menit permulaan. Setelah itu, orang akan menjadi manja dan lebih senang dilayani. Artinya, ia akan menerima dan menabung hidangan dari televisi. Pada kesudahannya akan menjadi pasif juga. Nah, coba bayangkan bila itu belum dewasa.
Otak anak bekerja mirip spons. Sejak awal mereka telah menyerap begitu saja, mendapatkan tayangan televisi secara pasif. Jika ini berjalan terus menerus, maka kebiasaan pasif ini akan melembaga (terinternalisasi). Akibatnya, otak akan bekerja secara referensif (merekam), bukan transformatif (mengubah atau mengolah).
Sehubungan dengan keterlambatan berbicara, apakah lantas belum dewasa yang telah mencandu televisi tidak akan mampu mengatakan? Sebenarnya bukan tidak mampu berbicara, namun terlambat berbicara. Ini terperinci beda. Terlambat mengatakan, berartu sebuah dikala nanti anak akan mampu mengatakan juga. Ada yang sampai 3 tahun atau sampai 5 tahun.
Namun, kalau sudah meraih 4 atau 5 tahun, orangtua perlu waspada. Jika anak ingin bisa berbicara, maka butuh stimulasi. Dengan apa? Tentu saja dengan mengajaknya bicara. Bercerita atau membacakan dongeng juga bisa jadi alternatif ampuh untuk menstimulasi kesanggupan berbicara anak. Dengan stimulasi, apa yang diserap dari televisi bisa direalisasikan dalam komunikasi. Namun jika anak terus mengonsumsi dan mencandu televisi tanpa ada stimulasi, maka bisa jadi anak tidak hanya mengalami keterlambatan berbicara, namun malah kesusahan mengatakan.
Kaprikornus, yang kini masih membiarkan anak nonton banyak televisi tanpa didampingi dan diberi stimulasi, maka secepatnya minimalisir atau hentikan. Sebagai fondasi perkembangannya, interaksi yang hidup sangat penting bagi anak. Orangtua yaitu aktor utama. Jangan biarkan televisi merenggut kesempatan anak untuk bisa berbicara.
Apakah Kamu sudah mengontrol bagaimana anak melihat televisi?